Sabtu, 09 Februari 2013

HUKUM PERIKATAN

HUKUM PERIKATAN
Pengertian
Hukum perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terletak di dalam bidang harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi suatu prestasi.
Dasar Hukum Perikatan.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
ü  Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
ü  Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
ü  Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
ü  Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusi.
ü  Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Azas-azas Dalam Hukum Perikatan.
Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
ü  Azas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
ü  Azas Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
ü  Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri.
ü  Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
ü  Mengenai suatu hal tertentu.
ü  Suatu sebab yang halal.
Wanprestasi Dan Akibat-akibatnya.
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
ü  Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
ü  Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
ü  Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
ü  Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
ü  Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
Ø  Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
Ø  Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor.
Ø  Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
ü  Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
ü  Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan            
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu :
ü  karena pembayaran
ü  pembebasan hutang
ü  percampuran hutang
ü  kompensasi atau perhitungan hutang timbal balik
ü  pembaharuan hutang (novasi)
ü  penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar