HUKUM
PERIKATAN
Pengertian
Hukum perikatan adalah hubungan hukum
antara dua orang atau lebih yang terletak di dalam bidang harta kekayaan di
mana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi suatu prestasi.
Dasar
Hukum Perikatan.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP
perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
ü Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
ü Perikatan
yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari
undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan
perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan
yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet
allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten
gevolge van’s mensen toedoen)
ü Perikatan
terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari
undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang
ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua
dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga
yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar
dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber
lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan
wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim.
Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber
perikatan.
ü Perikatan
terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusi.
ü Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)
dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Azas-azas Dalam Hukum Perikatan.
Azas-azas hukum
perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
ü Azas
Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para
pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan
‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak
diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang
bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma
kesusilaan.
ü Azas
Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu
lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang
pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para
pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
ü Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri.
ü Cakap
untuk membuat suatu perjanjian.
ü Mengenai
suatu hal tertentu.
ü Suatu
sebab yang halal.
Wanprestasi
Dan Akibat-akibatnya.
Wansprestasi timbul apabila salah satu
pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa
berupa empat kategori, yakni :
ü Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
ü Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
ü Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
ü Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
ü Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi
tinga unsure, yakni
Ø Biaya
adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh salah satu pihak.
Ø Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat
oleh kelalaian si debitor.
Ø Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditor.
ü Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti
rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum
perjanjian diadakan.
ü Peralihan
Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban
untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah
satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal
1237 KUH perdata.
Hapusnya
Perikatan
Dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu :
ü
karena pembayaran
ü
pembebasan hutang
ü
percampuran hutang
ü kompensasi atau perhitungan
hutang timbal balik
ü pembaharuan hutang (novasi)
ü penawaran pembayaran tunai
diikuti oleh penyimpanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar