Pembubaran
BP Migas
Negara minyak dan gas PT Pertamina mengatakan tidak tertarik
untuk mengambil alih posisi BP
Migas mati sebagai hulu minyak dan gas regulator.BP Migas dibubarkan
oleh Mahkamah Konstitusi pekan lalu karena dianggap bertentangan dengan UUD negara yang lebih
memihak investor asing lagi.Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan setelah pertemuan
dengan Energi dan Sumber Daya
Mineral Menteri Jero Wacik dan Menteri
Negara BUMN Dahlan Iskan di Jakarta, Rabu bahwa
Pertamina akan memfokuskan perhatiannya pada menjadi perusahaan energi regional menjelang akhir tahun 2014.
"Kami don` t ingin menjadi yang lain NOC (National Oil Company) di dunia. Kami ingin memusatkan perhatian pada bisnis, "kata Karen.
Pertemuan dihadiri oleh direksi dan komisaris Pertamina dan dua menteri diadakan untuk membahas dampak pembubaran BP Migas.
Karen mengatakan target untuk menjadi perusahaan energi regional akan mengambil sebagian besar perhatian Pertamina dalam dua tahun ke depan.
"Kami tidak akan menjadi regulator lagi. Saya tidak akan setuju untuk mengubah sistem yang ada," katanya.
Pertamina pernah mewakili pemerintah dalam berurusan dengan kontraktor minyak dan gas sebelum BP Migas mengambil alih beberapa tahun sebelumnya.
Dahlan Iskan setuju dengan Karen mengatakan Pertamina bisa tumbuh lebih cepat dengan posisi yang sekarang.
Pertamina sedang sibuk sebagai perusahaan profesional, tidak akan menghabiskan lebih banyak energi untuk mengambil alih fungsi dari BP Migas, katanya.
Sementara itu, Jero Wacik mengatakan, Satuan Kerja yang baru dibentuk Sementara (SKSP) Minyak dan Gas akan bekerja sambil menunggu pembentukan badan permanen di tempat BP Migas.
Tubuh tetap akan dibahas oleh DPR, katanya.
"Biarkan Parlemen mengadakan diskusi pada tubuh permanen Semua rekomendasi harus ditangani di sana.. Kita akan memusatkan perhatian kita untuk tugas kami," katanya.
(Uu.AS/H-ASG/S012)
"Kami don` t ingin menjadi yang lain NOC (National Oil Company) di dunia. Kami ingin memusatkan perhatian pada bisnis, "kata Karen.
Pertemuan dihadiri oleh direksi dan komisaris Pertamina dan dua menteri diadakan untuk membahas dampak pembubaran BP Migas.
Karen mengatakan target untuk menjadi perusahaan energi regional akan mengambil sebagian besar perhatian Pertamina dalam dua tahun ke depan.
"Kami tidak akan menjadi regulator lagi. Saya tidak akan setuju untuk mengubah sistem yang ada," katanya.
Pertamina pernah mewakili pemerintah dalam berurusan dengan kontraktor minyak dan gas sebelum BP Migas mengambil alih beberapa tahun sebelumnya.
Dahlan Iskan setuju dengan Karen mengatakan Pertamina bisa tumbuh lebih cepat dengan posisi yang sekarang.
Pertamina sedang sibuk sebagai perusahaan profesional, tidak akan menghabiskan lebih banyak energi untuk mengambil alih fungsi dari BP Migas, katanya.
Sementara itu, Jero Wacik mengatakan, Satuan Kerja yang baru dibentuk Sementara (SKSP) Minyak dan Gas akan bekerja sambil menunggu pembentukan badan permanen di tempat BP Migas.
Tubuh tetap akan dibahas oleh DPR, katanya.
"Biarkan Parlemen mengadakan diskusi pada tubuh permanen Semua rekomendasi harus ditangani di sana.. Kita akan memusatkan perhatian kita untuk tugas kami," katanya.
(Uu.AS/H-ASG/S012)
Mantan
Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden
Priyono bicara terang-terangan soal alasan pembubaran BP Migas oleh Mahkamah
Konstitusi (MK). Seperti apa?
Dalam
wawancara khusus dengan Kompas.com
dan Tribunnews,
Raden Priyono menjelaskan, ada fakta-fakta khusus di luar keputusan MK untuk
membubarkan BP Migas.
"Setidaknya
ada tiga alasan mendasar mengapa menjadi begini," kata Priyono di sebuah restoran di
kawasan Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2012).
Pertama,
sebutnya, Pertamina tidak pernah ikhlas untuk melepas BP Migas. Pertamina tetap
ingin menguasai BP Migas seperti era 1970-an lalu. "Ini semacam ada
pertarungan dengan Pertamina karena Pertamina tidak pernah ikhlas melepas
Pertamina," jelasnya.
Wewenang
BP Migas memang pernah diserahkan ke Pertamina, khususnya pada 1970-an. Saat
itu, Pertamina memang punya pengalaman pernah mengontrol produksi industri hulu
migas hingga 1,6 juta barrel. Dengan wewenang BP Migas dikembalikan ke
Pertamina, Pertamina akan dianggap sebagai wasit sekaligus pemain di sektor
migas. "Dengan menjadi pemain sekaligus wasit, maka Pertamina bebas
bermain dan mengawasi sendiri. Beda kalau ada BP Migas, Pertamina menjadi tidak
nyaman," tambahnya.
Bahkan,
Pertamina sempat hanya memproduksi sekitar 40.000-50.000 barrel bahan bakar
minyak saja. Padahal, minyak tersebut harus didistribusikan ke seluruh wilayah
Indonesia. Otomatis, karena Pertamina saat itu menjadi pemain sekaligus wasit,
maka tidak ada yang berani menggugat wewenang perusahaan minyak pelat merah
tersebut.
Kedua,
untuk mengamankan posisi di 2014. Sekadar catatan, selama menjadi lembaga
pemerintah non-BUMN, BP Migas dinilai berkuasa untuk mengatur dan
mendistribusikan minyak dan gas bumi di Tanah Air. Kewenangannya langsung
berada di bawah Presiden.
Dalam
hal perputaran uang (cashflow),
BP Migas dinilai lebih cepat dan besar nilai perputaran uangnya. Priyono
mencatat bisa mencapai Rp 1 triliun per hari. "Kita kan rata-rata bisa
menyetor ke negara di atas Rp 300 triliun per tahun. Jadi, per harinya bisa
mencapai Rp 1 triliun," jelasnya.
Bahkan
untuk menyetor ke kas Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), Priyono
mengaku lembaganya mampu menyetor 30 persen dari total APBN per tahun.
Ketiga,
pertarungan antara yang ingin meningkatkan produksi dan pihak yang memang tidak
ingin produksi minyak naik. "Importir minyak. Itu kan alamiah sekali,"
ucap Priyono.
Dikatakannya,
kalau produksi minyak Indonesia naik, tentunya bisnis importir bakal berkurang.
"Itu kan enak, bisnis minyak itu tidak usah investasi. Itu trading kok. Lain
dengan KPS yang harus investasi dulu, lima tahun baru balik," tegas
Priyono.
PT
Pertamina Persero memastikan tidak akan mengambil Badan Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas pasca-pembubaran oleh Mahkamah Konstitusi.
Pertamina akan fokus go
regional.
Direktur
Utama Pertamina Karen Agustiawan menjelaskan, pihaknya tidak ingin menjadi
regulator seperti dulu. "Kami tidak ingin terlibat masalah itu. Saya
keberatan kalau kami kembali ke masa lalu (menjadi regulator)," kata Karen
saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Rabu (21/11/2012).
Menurut
Karen, pihaknya ingin seperti National Oil Company (NOC) lainnya, yaitu
benar-benar menjadi pemain, bukan regulator seperti Badan Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas).
Dengan
menjadi pemain murni, Karen bisa membuktikan bahwa perusahaannya benar-benar
bisa tumbuh secara cepat dan menguntungkan.
Apalagi
Pertamina telah didorong oleh Kementerian BUMN untuk menjadi perusahaan kelas
regional di tahun 2014.
"Itu
saja sudah menyita perhatian kami karena kami hanya diberikan waktu dua tahun
untuk menyiapkan Pertamina menjadi world
class company in
regional," tuturnya.
Pertamina
memang memiliki model bisnis yang organik dan anorganik. Namun, untuk
mengambilalih BP Migas kembali, Pertamina tidak menginginkannya lagi.
"Kami
harus fokus ke pekerjaan utama dulu, fokus ke produksi dan keselamatan
karyawan. Itu yang utama," ucapnya.
Sekadar
catatan, ada beberapa pihak yang menyebut bahwa Pertamina akan mengambil alih
BP Migas kembali. Hal ini sama seperti apa yang telah dilakukannya pada tahun
1970-an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar