Sabtu, 29 Desember 2012


Pembubaran BP Migas

Negara minyak dan gas PT Pertamina mengatakan tidak tertarik untuk mengambil alih posisi BP Migas mati sebagai hulu minyak dan gas regulator.BP Migas dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi pekan lalu karena dianggap bertentangan dengan UUD negara yang lebih memihak investor asing lagi.Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan setelah pertemuan dengan Energi dan Sumber Daya Mineral Menteri Jero Wacik dan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan di Jakarta, Rabu bahwa Pertamina akan memfokuskan perhatiannya pada menjadi perusahaan energi regional menjelang akhir tahun 2014.
"Kami don` t ingin menjadi yang lain NOC (National Oil Company) di dunia. Kami ingin memusatkan perhatian pada bisnis, "kata Karen.
Pertemuan dihadiri oleh direksi dan komisaris Pertamina dan dua menteri diadakan untuk membahas dampak pembubaran BP Migas.
Karen mengatakan target untuk menjadi perusahaan energi regional akan mengambil sebagian besar perhatian Pertamina dalam dua tahun ke depan.
"Kami tidak akan menjadi regulator lagi. Saya tidak akan setuju untuk mengubah sistem yang ada," katanya.
Pertamina pernah mewakili pemerintah dalam berurusan dengan kontraktor minyak dan gas sebelum BP Migas mengambil alih beberapa tahun sebelumnya.
Dahlan Iskan setuju dengan Karen mengatakan Pertamina bisa tumbuh lebih cepat dengan posisi yang sekarang.
Pertamina sedang sibuk sebagai perusahaan profesional, tidak akan menghabiskan lebih banyak energi untuk mengambil alih fungsi dari BP Migas, katanya.
Sementara itu, Jero Wacik mengatakan, Satuan Kerja yang baru dibentuk Sementara (SKSP
​​) Minyak dan Gas akan bekerja sambil menunggu pembentukan badan permanen di tempat BP Migas.
Tubuh tetap akan dibahas oleh DPR, katanya.
"Biarkan Parlemen mengadakan diskusi pada tubuh permanen Semua rekomendasi harus ditangani di sana.. Kita akan memusatkan perhatian kita untuk tugas kami," katanya.
(Uu.AS/H-ASG/S012)
Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono bicara terang-terangan soal alasan pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti apa?
Dalam wawancara khusus dengan Kompas.com dan Tribunnews, Raden Priyono menjelaskan, ada fakta-fakta khusus di luar keputusan MK untuk membubarkan BP Migas.
"Setidaknya ada tiga alasan mendasar mengapa menjadi begini," kata Priyono di sebuah restoran di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2012).
Pertama, sebutnya, Pertamina tidak pernah ikhlas untuk melepas BP Migas. Pertamina tetap ingin menguasai BP Migas seperti era 1970-an lalu. "Ini semacam ada pertarungan dengan Pertamina karena Pertamina tidak pernah ikhlas melepas Pertamina," jelasnya.
Wewenang BP Migas memang pernah diserahkan ke Pertamina, khususnya pada 1970-an. Saat itu, Pertamina memang punya pengalaman pernah mengontrol produksi industri hulu migas hingga 1,6 juta barrel. Dengan wewenang BP Migas dikembalikan ke Pertamina, Pertamina akan dianggap sebagai wasit sekaligus pemain di sektor migas. "Dengan menjadi pemain sekaligus wasit, maka Pertamina bebas bermain dan mengawasi sendiri. Beda kalau ada BP Migas, Pertamina menjadi tidak nyaman," tambahnya.
Bahkan, Pertamina sempat hanya memproduksi sekitar 40.000-50.000 barrel bahan bakar minyak saja. Padahal, minyak tersebut harus didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. Otomatis, karena Pertamina saat itu menjadi pemain sekaligus wasit, maka tidak ada yang berani menggugat wewenang perusahaan minyak pelat merah tersebut.
Kedua, untuk mengamankan posisi di 2014. Sekadar catatan, selama menjadi lembaga pemerintah non-BUMN, BP Migas dinilai berkuasa untuk mengatur dan mendistribusikan minyak dan gas bumi di Tanah Air. Kewenangannya langsung berada di bawah Presiden.
Dalam hal perputaran uang (cashflow), BP Migas dinilai lebih cepat dan besar nilai perputaran uangnya. Priyono mencatat bisa mencapai Rp 1 triliun per hari. "Kita kan rata-rata bisa menyetor ke negara di atas Rp 300 triliun per tahun. Jadi, per harinya bisa mencapai Rp 1 triliun," jelasnya.
Bahkan untuk menyetor ke kas Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), Priyono mengaku lembaganya mampu menyetor 30 persen dari total APBN per tahun.
Ketiga, pertarungan antara yang ingin meningkatkan produksi dan pihak yang memang tidak ingin produksi minyak naik. "Importir minyak. Itu kan alamiah sekali," ucap Priyono.
Dikatakannya, kalau produksi minyak Indonesia naik, tentunya bisnis importir bakal berkurang. "Itu kan enak, bisnis minyak itu tidak usah investasi. Itu trading kok. Lain dengan KPS yang harus investasi dulu, lima tahun baru balik," tegas Priyono.
PT Pertamina Persero memastikan tidak akan mengambil Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas  pasca-pembubaran oleh Mahkamah Konstitusi. Pertamina akan fokus go regional.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menjelaskan, pihaknya tidak ingin menjadi regulator seperti dulu. "Kami tidak ingin terlibat masalah itu. Saya keberatan kalau kami kembali ke masa lalu (menjadi regulator)," kata Karen saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Rabu (21/11/2012).
Menurut Karen, pihaknya ingin seperti National Oil Company (NOC) lainnya, yaitu benar-benar menjadi pemain, bukan regulator seperti Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas).
Dengan menjadi pemain murni, Karen bisa membuktikan bahwa perusahaannya benar-benar bisa tumbuh secara cepat dan menguntungkan.
Apalagi Pertamina telah didorong oleh Kementerian BUMN untuk menjadi perusahaan kelas regional di tahun 2014.
"Itu saja sudah menyita perhatian kami karena kami hanya diberikan waktu dua tahun untuk menyiapkan Pertamina menjadi world class company in regional," tuturnya.
Pertamina memang memiliki model bisnis yang organik dan anorganik. Namun, untuk mengambilalih BP Migas kembali, Pertamina tidak menginginkannya lagi.
"Kami harus fokus ke pekerjaan utama dulu, fokus ke produksi dan keselamatan karyawan. Itu yang utama," ucapnya.
Sekadar catatan, ada beberapa pihak yang menyebut bahwa Pertamina akan mengambil alih BP Migas kembali. Hal ini sama seperti apa yang telah dilakukannya pada tahun 1970-an.  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar